Jember, tagarjatim.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Jember resmi menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi kegiatan Sosialisasi Peraturan Daerah (Sosperda) di lingkungan DPRD Kabupaten Jember.

Salah satu diantara lima tersangka tersebut adalah Dedy Dwi Setiawan (DDS), Wakil Ketua DPRD Jember periode 2019 – 2024 dan 2024 – 2029. Selain itu, tersangka lainya adalah Yuanita Qomariah (YQ), mantan istri Dedy Dwi Setiawan.

Kasus dugaan korupsi ini terjadi pada tahun anggaran 2023 – 2024, atau saat Dedy dan Yuanita masih berstatus sebagai suami istri.

Total, Kejari Jember menetapkan lima tersangka dalam kasus ini. Selain Dedy dan Yuanita, tiga tersangka lain dalam kasus ini masing-masing berinisial A, RAR dan SR.

Dari lima orang tersebut, empat orang langsung ditahan usai menjalani pemeriksaan pada Senin (20/10/2025). Mereka ditahan di Lapas Jember selama 20 hari ke depan untuk memudahkan penyidikan. Adapun tersangka SR belum ditahan karena mangkir dalam pemeriksaan perdana sebagai tersangka kemarin.

“Hari ini kami jadwalkan penahanan terhadap para tersangka. Hanya satu orang yang belum datang, yaitu SR. Dia tidak hadir tanpa ada keterangan,” kata Kepala Kejari Jember, Ichwan Effendy, saat dikonfirmasi pada Senin malam.

Dedy merupakan politikus muda dari Partai Nasdem yang sudah dua kali menjabat sebagai pimpinan DPRD. Pria 36 tahun ini juga merupakan putra dari Ketua DPD Partai Nasdem Jember, Marzuki Abdul Ghafur.

Effendy menjelaskan, progres penanganan tersebut lebih cepat dari target yang dicanangkan. Semula, Kejaksaan menetapkan target penetapan tersangka di akhir tahun.

Namun, pada Oktober ini ternyata sudah bisa ditetapka tersangka.

Korps Adhyaksa sendiri sudah menyelidiki kasus ini sejak beberapa bulan lalu. Kemudian ditingkatkan menjadi penyidikan, namun saat itu belum ada tersangka atau penyidikan umum.

“Per Oktober ini, perkara tersebut kini naik status dari penyidikan umum menjadi penyidikan khusus setelah penyidik menemukan bukti yang cukup kuat.

Penetapan kelima tersangka dilakukan setelah kejaksaan memeriksa sejumlah saksi, menganalisis dokumen, serta menemukan indikasi kuat penyimpangan dalam kegiatan Sosraperda tahun anggaran 2023/2024.

“Dari hasil penyidikan, kami mendapati adanya penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan Sosraperda yang berpotensi menimbulkan kerugian negara,” jelas Ichwan.

Ichwan menjelaskan, dugaan korupsi ini berkaitan dengan pengadaan konsumsi kegiatan Sosraperda yang tidak sesuai dengan ketentuan.

“Pelaksanaan pengadaan dilakukan di bawah harga kesepakatan dan bukan oleh penyedia resmi yang tercatat dalam e-catalog,” ungkapnya.

Dalam penyidikan, tim kejaksaan telah menyita barang bukti uang tunai sebesar Rp108 juta, yang diduga berkaitan dengan perkara tersebut. Nilai itu, menurut Ichwan, berpotensi bertambah seiring dengan pendalaman penyidikan.

Terkait ketidakhadiran tersangka SR, Ichwan menyebut kejaksaan akan kembali melakukan pemanggilan. Namun jika dia tidak memenuhi panggilan hingga tiga kali, kejaksaan akan mengambil langkah hukum sesuai prosedur.

Kelima tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 dan Pasal 65 KUHP.

Meski demikian, Ichwan enggan mengungkap detail peran masing-masing tersangka.

“Peran tiap tersangka belum bisa kami ungkap saat ini karena bagian dari strategi penyidikan,” tegas Ichwan.

Ia menambahkan, penyidikan khusus yang tengah berjalan masih berpotensi melebar jika ditemukan bukti baru. Termasuk kemungkinan adanya tersangka baru.

“Penyidikan ini bisa berkembang lebih luas,” pungkasnya.  (*)

iklan ucapan selamat Hari Pahlawan 10 November