Kabupaten Malang, tagarjatim.id – Maraknya perdebatan mengenai budaya “ngesot” dan pemberian amplop oleh santri kepada kiai di pondok pesantren mendapat tanggapan dari pengasuh PP Raudlatul Ulum 1, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang, KH Nasihuddin al-Khuzainy.

Menurutnya, kedua tradisi tersebut bukanlah bentuk eksploitasi atau feodalisme, melainkan simbol kerendahan hati (tawadhu’) yang berakar dari budaya Jawa dan selaras dengan ajaran Islam.

“Dalam Islam, kita diajarkan untuk bersikap tawadhu’bkepada siapa pun dan dilarang bersikap takabur,” jelas KH Nasihuddin saat ditemui pada Kamis (16/10/2025).

Ia menerangkan bahwa merangkak atau ngesot saat mendekati kiai merupakan ekspresi penghormatan santri kepada guru yang telah mengajarkan ilmu agama. “Namun, tradisi ini hanya berlaku di daerah tertentu, khususnya di kawasan Mataraman Jawa Timur seperti Blitar dan Ponorogo, dan itu pun khusus untuk santri muda,” tambahnya.

Di daerah lain, ungkapnya, sikap tawadhu’ kepada kiai cukup diwujudkan dengan mencium tangan. Bahkan, di negara Arab, berjalan biasa di hadapan ulama adalah hal yang lumrah. “Selama tidak bertentangan dengan ajaran agama, mempertahankan budaya semacam ini tidak menjadi masalah,” imbuhnya.

Namun, KH Nasihuddin menegaskan ada batasan dalam mengekspresikan kerendahan hati. Dalam Islam, bentuk penghormatan tidak boleh sampai menyerupai ruku atau sujud, karena gerakan tersebut hanya diperuntukkan bagi Allah SWT. “Contohnya, di Jepang, orang membungkuk untuk menghormati raja atau tamu. Bagi muslim, hal itu tidak dibenarkan. Sedangkan ngesot sebagai lambang tawadhu’ dan hormat di Indonesia tidak bertentangan dengan syariat,” paparnya.

Pemberian Amplop dalam Tinjauan Fikih

Mengenai pemberian amplop berisi uang kepada kiai, KH Nasihuddin menjelaskan bahwa dalam hukum Islam (Fikih), hal tersebut dapat dikategorikan sebagai sedekah, hadiah, atau hibah. Memberi sedekah atau hadiah kepada orang yang berkecukupan pun diperbolehkan jika dilandasi niat penghormatan dan mengharap pahala.

“Sungkem santri kepada kiai, baik dengan sedekah maupun hadiah, bertujuan untuk menguatkan rasa cinta kepada guru dan mengharap pahala. Level tertinggi dalam sebuah hubungan adalah kerelaan berkorban, baik waktu, tenaga, pikiran, harta, maupun nyawa,” bebernya.

Sebagai penerima, kiai tidak bermaksud mengambil materi dari amplop tersebut. “Justru, tujuannya adalah membantu santri agar mendapatkan pahala dari sedekah atau hadiah yang diberikannya. Dengan demikian, kiai juga mendapat pahala karena telah memfasilitasi kebaikan orang lain,” ujarnya.

Ia mengutip riwayat tentang Sahabat Umar bin Khattab yang ditegur Nabi Muhammad SAW karena menolak pemberian. Penolakan itu dapat menghalangi pemberi untuk mendapat pahala. “Umumnya, para kiai tidak menggunakan uang pemberian santri untuk kepentingan pribadi, melainkan dikembalikan untuk keperluan pondok pesantren,” pungkas KH Nasihuddin.

Senada dengan hal itu, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Keagamaan, KH Ahmad Fahrur Rozi, menegaskan bahwa sikap tawadhu’ dalam pesantren bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis. Ia mengutip Surat Al-Furqan ayat 63 dan sabda Nabi Muhammad SAW yang menjanjikan derajat tinggi bagi orang yang rendah hati.

“Tradisi ngesot saat mendekati kiai diadopsi dari tradisi Keraton Jawa sebagai simbol penghormatan yang mendalam. Ini mencerminkan etiket Jawa yang menekankan kesopanan dan ketundukan, khususnya kepada guru yang mengajarkan ilmu,” jelas Pengasuh PP Annur 1 tersebut.

Begitu pula dengan tradisi cium tangan. Dalam kitab Raudhatu Thalibin karya Al-Imam An-Nawawi, mencium tangan orang shaleh, alim, atau yang berjasa dalam agama adalah perbuatan yang disukai (mandub/sunnah).

“Namun, jika dilakukan untuk urusan duniawi seperti jabatan, maka hukumnya haram menurut Imam Al-Mutawali,” tegasnya.

Mengenai pemberian amplop, KH Fahrur Rozi menyatakan bahwa itu adalah bentuk sedekah yang hukumnya sunnah. “Bersedekah kepada siapa pun diperbolehkan, meski lebih dianjurkan untuk yang membutuhkan. Namun, menurut sebagian ulama dalam kitab *Bughyatul Mustarsyidin*, bersedekah kepada orang alim pahalanya lebih besar karena kita membantu mereka menyebarkan ilmu dan dakwah yang bermanfaat bagi umat,” pungkasnya.(*)

iklan ucapan HUT kota batu ke 24 dari Jatim Park Grup