Tulungagung, tagarjatim.id – Di Desa Rejotangan, Kecamatan Rejotangan, Tulungagung, tangan-tangan kecil anak-anak tampak sibuk membentuk tanah liat menjadi mangkuk dan vas kecil. Di antara tawa mereka, para pengrajin lokal dengan sabar membimbing setiap gerakan.
Kegiatan sederhana itu bukan sekadar bermain tanah, melainkan bagian dari program eduwisata budaya bernama Pawon Gerabah.
Pawon Gerabah lahir dari gagasan dua pelajar SMAN 1 Kedungwaru, Diyah Annisa Madinata dan Miftahul Bilqis Almaghfira, yang ingin menghidupkan kembali tradisi pembuatan gerabah khas Rejotangan.
Bersama pengrajin lokal, guru, serta dukungan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Tulungagung, mereka mengembangkan konsep wisata edukatif yang memadukan nilai budaya, pembelajaran, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Menurut salah satu inisiator, Diyah Annisa Madinata, Pawon Gerabah berawal dari keinginan untuk menghubungkan kembali generasi muda dengan akar tradisinya.
“Kami ingin menunjukkan bahwa budaya tidak harus ditinggalkan untuk menjadi modern. Lewat Pawon Gerabah, anak-anak bisa belajar nilai tradisi sambil berkreasi. Kami juga berharap kegiatan ini bisa membantu para pengrajin agar tetap bisa hidup dari karyanya,” ujar Diyah saat ditemui di lokasi kegiatan, Rabu (22/10/2025).
Program ini tidak hanya memberi pengalaman baru bagi peserta, tetapi juga membawa manfaat ekonomi bagi warga desa. Anak-anak diajak membuat dan mewarnai gerabah sambil mengenal filosofi di balik proses pembuatannya. Hasil karya mereka pun bisa dibawa pulang sebagai kenang-kenangan, sementara para pengrajin memperoleh tambahan penghasilan dari kegiatan ini.
Kini, Pawon Gerabah telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Disbudpar Kabupaten Tulungagung, SDN 1 Kampungdalem, dan RA Nahdatul Walid sebagai sekolah mitra pelaksana. Hingga saat ini, program tersebut telah melibatkan lebih dari seratus peserta dari berbagai jenjang usia.
Hasil survei internal menunjukkan 96,3 persen responden bersedia berpartisipasi, dengan rata-rata kesediaan membayar Rp60.000 per anak. Berdasarkan perhitungan Travel Cost Method, kegiatan ini diperkirakan mampu menghasilkan sirkulasi ekonomi lokal sebesar Rp42–64 juta per tahun.
Kepala Bidang Kebudayaan Disbudpar Kabupaten Tulungagung, Eka Wahyuni, menyebut bahwa program Pawon Gerabah menjadi contoh nyata kolaborasi antara generasi muda dan pelaku budaya lokal.
“Kami sangat mengapresiasi inisiatif ini. Anak-anak muda seperti Diyah dan Bilqis membuktikan bahwa pelestarian budaya bisa dilakukan dengan cara kreatif dan berkelanjutan. Program seperti ini sejalan dengan arah pengembangan pariwisata berbasis masyarakat yang sedang kami dorong,” ungkap Eka.
Selain kegiatan utama berupa workshop dan tur budaya, tim Pawon Gerabah kini tengah mengembangkan Pawon Market atau pusat penjualan produk gerabah lokal sekaligus ruang pelatihan bagi pengrajin muda. Dana hasil kegiatan dialokasikan untuk pelatihan, promosi digital, dan pengembangan fasilitas produksi.
Melalui pendekatan sederhana namun bermakna, Pawon Gerabah menjadi jembatan antara generasi muda dan warisan budaya daerahnya sendiri. Program ini menunjukkan bagaimana tradisi bisa tetap hidup di tengah kemajuan zaman, ketika tangan muda dan tangan tua bekerja bersama menjaga nilai yang lahir dari tanah sendiri.(*)





















