Kabupaten Malang – Hari Raya Galungan merupakan salah satu perayaan penting dalam agama Hindu, khususnya di Bali, Indonesia.
Perayaan ini biasanya dirayakan setiap 210 hari, sesuai dengan kalender Bali yang disebut dengan Pawukon.
Galungan merupakan waktu untuk merayakan kemenangan dharma (kebaikan) atas adharma (kejahatan), serta menghormati leluhur dan roh-roh suci.
Pada tahun ini, masyarakat pemeluk agama Hindu merayakan Hari Raya Galungan untuk kedua kalinya pada 25 September 2024.
Bahkan, Hari Raya Galungan pada 25 September 2024 ini juga ditetapkan sebagai hari libur di Provinsi Bali.
Seperti apa sejarah dan pengertian Hari Raya Galungan? Simak penjelasannya di bawah ini:
Sejarah Galungan
Asal-usul Hari Raya Galungan diyakini berasal dari ajaran agama Hindu yang mempercayai siklus kehidupan dan kematian.
Dalam tradisi Bali, Galungan dipandang sebagai momen ketika para leluhur kembali ke dunia untuk mengunjungi keluarga mereka yang masih hidup.
Perayaan ini juga terkait dengan mitologi, di mana para dewa turun ke bumi untuk memberi berkah kepada umat manusia.
Selama perayaan ini, berbagai ritual dan upacara dilakukan, termasuk persembahan kepada dewa-dewa dan leluhur, serta kegiatan kebersamaan dengan keluarga.
Salah satu tradisi yang paling khas adalah memasang “penjor,” yaitu bambu yang dihias dengan berbagai simbol, sebagai tanda syukur kepada Tuhan.
Pengertian Galungan
Secara etimologis, istilah “Galungan” berasal dari kata “galung” yang berarti “menang.”
Ini mencerminkan makna inti dari perayaan ini, yaitu kemenangan kebaikan.
Selama Galungan, masyarakat Hindu Bali berusaha memperkuat hubungan spiritual dengan Tuhan dan leluhur, serta memperbaiki diri melalui introspeksi dan perbuatan baik.
Hari Raya Galungan diakhiri dengan perayaan Kuningan, yang jatuh sepuluh hari setelah Galungan.
Pada Kuningan, umat Hindu melakukan sembahyang dan memberikan persembahan lebih khusus kepada roh-roh leluhur.
Tradisi dan Ritual
Ritual yang dilakukan selama Hari Raya Galungan meliputi:
1. Pemasangan Penjor:
Penjor merupakan bambu yang dihias dengan dedaunan, bunga, dan berbagai simbol yang melambangkan rasa syukur.
2. Persembahan:
Umat Hindu menyiapkan berbagai jenis persembahan, baik untuk dewa-dewa maupun untuk leluhur. Ini termasuk makanan, bunga, dan barang-barang simbolis lainnya.
3. Doa dan Sembahyang:
Keluarga berkumpul di pura untuk melakukan doa dan sembahyang, meminta berkah dan perlindungan dari Tuhan serta memohon restu dari leluhur.
4. Reuni Keluarga:
Galungan juga menjadi momen berkumpulnya keluarga, di mana mereka saling mengunjungi dan memberikan salam, serta berbagi hidangan khas.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Hari Raya Galungan bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga merupakan refleksi dari nilai-nilai kebaikan, penghormatan kepada leluhur, dan pentingnya hubungan spiritual dalam kehidupan masyarakat Bali.
Dengan memahami sejarah dan makna Galungan, kita dapat lebih menghargai keanekaragaman budaya dan tradisi yang ada di Indonesia.



















