Kota Malang, tagarjatim.id — Program Studi Kesejahteraan Sosial (Kesos) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menyoroti peran strategis pekerja sosial medis yang dinilai masih belum sepenuhnya terlihat dalam sistem kesehatan Indonesia. Isu ini mengemuka dalam Kuliah Tamu Nasional bertema “Transformasi Pelayanan Sosial: Inovasi, Kolaborasi, dan Penguatan Lembaga Kesejahteraan Sosial” yang digelar di Aula BAU Kampus III UMM, Rabu (10/12/2025).

Direktur RS Radjiman Wedyodiningrat, dr. Yuniar, menjelaskan bahwa pekerja sosial memiliki peran penting dalam mendampingi pasien dengan kebutuhan kompleks, termasuk pasien gangguan jiwa yang sering mengalami stigma dan penolakan dari lingkungan. Pada kondisi tersebut, pekerja sosial menjadi garda terdepan dalam asesmen, pendampingan, hingga layanan advokasi.

“Kontribusi pekerja sosial di rumah sakit sering kali tidak terlihat oleh masyarakat, padahal perannya sangat vital. Pelayanan kesehatan masa kini tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Kolaborasi lintas profesi adalah kunci keberhasilan layanan yang berorientasi pada pasien,” ujarnya.

Yuniar memaparkan bahwa RS Radjiman telah menerapkan model pelayanan multidisiplin untuk memastikan proses penanganan berjalan terintegrasi. Ia menambahkan bahwa pekerja sosial tidak hanya terlibat dalam asesmen dan pendampingan, tetapi juga edukasi masyarakat dan penghubung antara kebutuhan medis serta sosial pasien.

Sejak 2022, rumah sakit tersebut memperkuat peran pekerja sosial melalui berbagai kerja sama, termasuk dengan platform kita bisa untuk membantu pasien dengan kendala biaya.

“Mulailah dari hal kecil, bangun portofolio, dan tunjukkan dampak kalian. Apapun pilihanmu, cintai bidang itu,” pesannya kepada mahasiswa.

Sementara itu, pakar kesejahteraan sosial Dr. Rinekso Kartono, menilai kebutuhan tenaga pekerja sosial medis di Indonesia meningkat seiring kompleksitas persoalan kesehatan publik. Menurutnya, pekerja sosial medis berperan menghubungkan aspek medis dan sosial melalui manajemen kasus, pendampingan keluarga, hingga perencanaan layanan lanjutan.

“Masih banyak kendala yang muncul, seperti regulasi profesi yang belum sepenuhnya mengakomodasi peran pekerja sosial medis, minimnya tenaga terlatih, serta pemahaman antar profesi yang belum merata mengenai kontribusinya,” jelasnya.

Rinekso mendorong adanya penguatan kebijakan dan peningkatan kompetensi agar profesi pekerja sosial medis semakin diakui dalam sistem layanan kesehatan. Kolaborasi lintas profesi, kata dia, menjadi komponen penting untuk menghadirkan layanan yang komprehensif dan responsif terhadap kebutuhan pasien.

Melalui kuliah tamu ini, Prodi Kesos UMM berharap mahasiswa mendapatkan perspektif yang lebih luas tentang peluang peran pekerja sosial di sektor medis dan layanan publik. Penguatan kolaborasi antar sektor dinilai mampu memberikan dampak nyata bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.(*)