Sidoarjo, tagarjatim.id – Memperingati Hari Antikorupsi Sedunia yang jatuh pada 9 Desember, ratusan massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Sidoarjo Anti Korupsi (ARSAK) menggelar aksi damai di depan sejumlah fasilitas publik di Kabupaten Sidoarjo. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap krisis kepemimpinan yang dinilai tengah terjadi di Sidoarjo, serta desakan agar transparansi hukum ditegakkan tanpa kompromi.
Para demonstran membawa poster, spanduk, dan orasi bergantian dengan satu tuntutan inti: penegakan hukum yang bersih dan bebas intervensi politik. Mereka menilai kondisi pemerintahan daerah kini berjalan tanpa arah dan minim evaluasi, sehingga berbagai proyek publik mangkrak dan pelayanan masyarakat tidak berjalan optimal.
Koordinator aksi, Sigit Imam Basuki yang juga Ketua Java Corruption Watch (JCW), menyatakan bahwa aksi ini bukan sekadar momentum tahunan, namun seruan darurat agar pemerintah tidak lagi abai terhadap kondisi kabupaten.
“Hari ini rakyat bersuara karena merasa dikhianati oleh janji-janji politik yang tidak pernah diwujudkan. Korupsi bukan hanya soal uang, tetapi soal bagaimana kehidupan masyarakat dikorbankan,” ujar Sigit.
Menurutnya, berbagai proyek seperti masterplan penanganan banjir hingga peningkatan layanan publik masih sebatas konsep tanpa realisasi nyata. Kondisi tersebut memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.
“Sudah terlalu lama publik menunggu pembuktian. Yang terjadi justru konflik internal dan kegaduhan, sementara pembangunan tidak bergerak,” tegasnya.
Aksi ini juga menyoroti kasus dugaan investasi bodong senilai Rp 28 miliar yang menyeret nama kepala daerah. ARSAK mendesak aparat penegak hukum mengusut secara terbuka tanpa kompromi. Sigit menyebut masyarakat menginginkan proses hukum yang jujur dan transparan.
“Kami meminta aparat jangan lagi ada ruang gelap dalam penanganan hukum. Sidoarjo tidak boleh berjalan dengan standar ganda,” imbuhnya.
Massa aksi menyebut bahwa masyarakat berhak mengetahui sejauh mana penanganan kasus hukum berjalan, serta memastikan tidak ada upaya pengaburan atau penghentian penyelidikan. Mereka juga mendesak DPRD agar menjalankan fungsi pengawasan secara lebih serius dan tidak hanya diam.
Dalam orasinya, Sigit juga menyerukan agar masyarakat Sidoarjo tetap kritis dan berani menyuarakan persoalan publik. Menurutnya, diam bukan lagi pilihan ketika korupsi berdampak langsung pada kesejahteraan warga.
“Koruptor bisa saja berkamuflase dengan jabatan, tetapi dampaknya nyata dirasakan rakyat. Jika kita diam, maka kita ikut mewariskan masalah kepada generasi berikutnya,” katanya.
Aksi kemudian ditutup dengan pembacaan pernyataan sikap dan doa bersama. Massa berjanji akan kembali turun ke jalan bila tuntutan mereka tidak direspons pemerintah maupun aparat penegak hukum. (*)



















