Kota Batu, tagarjatim.id – Peringatan Hakordia (Hari Anti Korupsi Sedunia) 2025 di Kota Batu tidak sekadar menjadi rangkaian seremoni tahunan. Tahun ini, forum tersebut berubah menjadi titik balik pembenahan serius birokrasi ketika Pemkot Batu dan Aparat Penegak Hukum (APH) menyatakan komitmen bersama menghadapi transisi menuju era KUHP Nasional.

Di hadapan jajaran pemerintah dan instansi vertikal di Graha Pancasila Balai Kota Among Tani, Senin (8/12/2025), Wali Kota Batu, Nurochman, menegaskan bahwa perubahan besar dalam sistem pemidanaan nasional harus diikuti dengan perubahan karakter aparatur di tingkat daerah.

“KUHP baru ini membawa pola pikir baru. Tidak cukup hanya membaca aturan, tetapi kita harus mengubah kultur kerja agar lebih jujur, transparan, dan bertanggung jawab. Kalau mental tidak berubah, hukum secanggih apa pun tidak akan menyelamatkan kita dari potensi penyimpangan,” tegas Wali Kota.

Ia menambahkan bahwa masuknya pidana kerja sosial, pidana pengawasan, hingga sanksi denda yang diperkuat harus dipahami sebagai pengingat agar aparatur menjaga profesionalitas.

“Sistem hukum ini didesain untuk memastikan kualitas pelayanan publik benar-benar meningkat. Aparatur tidak boleh main-main lagi. Pelayanan harus bersih, cepat, dan akuntabel,” ujar Nurochman.

Wali Kota juga menyinggung peningkatan indeks integritas Pemkot Batu yang naik signifikan.

“Peringkat kita naik dari 30 ke 14. Ini bukan pencapaian instan. Ini bukti bahwa aparatur kita mulai meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak sehat. Tantangannya sekarang adalah mempertahankan bahkan meningkatkan capaian itu,” lanjutnya.

Hadir sebagai narasumber utama, Ketua Prodi Sarjana Ilmu Hukum FH Universitas Brawijaya, Dr. Alfons Zakaria, memaparkan bahwa KUHP Nasional membawa paradigma pemidanaan yang lebih progresif.

“Orientasi KUHP bukan lagi sekadar menghukum. Yang kita dorong adalah pemulihan, reintegrasi sosial, serta pembinaan yang memungkinkan pelaku kembali produktif. Ini adalah wajah baru hukum pidana Indonesia,” jelasnya.

Ia menekankan perlunya literasi hukum yang kuat di kalangan aparatur.

“Pemerintah daerah harus memahami betul implikasi aturan baru ini. Tanpa pemahaman yang memadai, implementasi bisa salah arah dan justru menimbulkan masalah baru,” tambah Alfons.

Keduanya sepakat bahwa sinergi antara Pemkot Batu, APH, akademisi, dan instansi vertikal merupakan kunci utama menjaga ekosistem antikorupsi tetap kuat, terutama dalam masa transisi sistem hukum nasional.

Kegiatan FGD dihadiri pimpinan APH di Kota Batu, Sekda Kota Batu, kepala OPD, serta pimpinan instansi vertikal terkait. (*)