Jember, tagarjatim.id – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meresmikan 42 Sentra Pangan Pesantren NU (SPPG) di Jawa, Madura, Lombok, dan Kalimantan. Acara peresmian terpusat di Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Desa Karangharjo, Kecamatan Silo, Jember, Selasa (30/9/2025) sore.

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf menegaskan, pembangunan SPPG menjadi langkah strategis untuk menjamin ketersediaan makanan bergizi gratis (MBG) bagi para santri. Ia menekankan bahwa standar kesehatan dan kebersihan harus dipenuhi.

“Kesehatan santri bukan hanya soal angka. Tidak bisa dihitung dihitung, dari 10 ribu anak, cuma 0,1 persen yang sakit perut. Karena orang-orang itu adalah nyata. Ini menyangkut masa depan bangsa. Sehingga, makanan wajib sehat, halal, dan thayyib,” tegasnya.

PBNU menargetkan pembangunan 1.000 SPPG di seluruh Indonesia. Saat ini, lebih dari 531 yayasan, pesantren, dan sekolah di lingkungan NU sudah mendaftar sebagai mitra. Dari jumlah tersebut, 17 unit telah beroperasi penuh, sementara 42 yang baru diresmikan masih tahap pembangunan dan verifikasi. Setiap unit rata-rata membutuhkan investasi sekitar Rp2 miliar.

Sejauh ini, 17 SPPG aktif sudah menghabiskan dana Rp34 miliar untuk melayani 50 ribu santri dari total sekitar 5 juta santri mukim di pesantren NU se-Indonesia.

Dalam peresmian tersebut, Gus Yahya menyerahkan paket MBG kepada 50 ribu santri penerima manfaat secara simbolis. MBG tersebut diserahkan baik kepada santri Pondok Pesantren Bahrul Ulum Jember yang hadir secara langsung (luring/offline), maupun santri lain yang hadir secara daring dari belasan SPPG NU lain yang sudah beroperasi.

“Ayo segera dimakan. Sudah siang,” ujar Gus Yahya kepada santri yang terhubung secara daring.

“Bagaimana rasanya, enak? Sebelum ini, kamu makan siang bagaimana?” tanya Gus Yahya kepada salah satu santri yang hadir secara langsung.

Ia menegaskan, NU wajib membantu pemerintah dalam program yang menyangkut kemaslahatan rakyat.

“MBG ini hak anak-anak kita. NU berkewajiban memastikan mereka mendapatkannya,” ujarnya.

Program SPPG menjadi tindak lanjut kerja sama PBNU dengan Badan Gizi Nasional (BGN) yang ditandatangani Februari lalu. Selain sebagai dapur penyedia MBG, SPPG juga diarahkan menjadi pusat produksi pangan seperti beras, lauk pauk, ikan, telur, hingga sayuran.

Ketua Interim Tim Konsultasi dan Akselerasi Program MBG PBNU KH Fahmy Akbat Idries menyebut, hingga kini sudah ada ratusan yayasan NU yang resmi bergabung sebagai mitra BGN. Kepala BGN, Dr. Ir. Dadan Hindayana, mengapresiasi penuh langkah PBNU yang konsisten mendukung program nasional tersebut.

Sementara itu, Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) PBNU KH Hodri Ariev menekankan pentingnya ketepatan distribusi makanan. Ia menyebut makanan dari dapur harus sampai ke penerima dalam waktu maksimal 30 menit agar tetap layak konsumsi.

“Kalau semua sistem berjalan sesuai standar, keracunan tidak akan terjadi. Masalah biasanya muncul karena kontrol lemah atau bahan baku tidak memenuhi standar,” jelasnya.

Ia menambahkan, satu dapur MBG rata-rata bisa melayani 3.000 santri dan bahkan bisa digunakan bersama beberapa pesantren sekitar. RMI berperan sebagai penghubung antara pesantren dengan mitra pendukung pembangunan dapur, mengingat biaya yang bisa mencapai Rp1,5–2 miliar.

Informasi yang dihimpun, beberapa SPPG yang diresmikan berada di Pesantren Tebuireng Jombang, Tambakberas, Darul Ulum Jombang, Zainul Hasan Genggong, serta pesantren di NTB, Sumatera Selatan, dan Kalimantan.(*)

iklan ucapan selamat maulid nabi muhammad saw