Lamongan, tagarjatim.id – Seorang Siswa Sekolah Dasar di Lamongan Jawa Timur Tantrum atau mengamuk hingga merusak seisi rumah termasuk perabotan. Orangtuanya kemudian memanggil petugas damkar untuk menenangkan anak tersebut. Diduga, sang anak mengalami tekanan di lingkungan sekolahnya.
Setelah mendapat laporan, petugas Pemadam Kebakaran (Damkar) langsung terjun ke lokasi untuk menenangkan seorang bocah yang masih berusia 11 tahun yang mengalami tantrum hingga merusak seisi rumah.
Kejadian ini berlangsung di Desa Tanjung, Kecamatan Lamongan Kota, pada Senin malam sekitar pukul 21.30 WIB. Menurut keterangan dari Korwil Damkar Lamongan, Suwanto, pihaknya menerima laporan mengenai seorang anak yang mengalami tantrum yang tidak terkontrol.
Anak yang berinisial B tersebut kini duduk di Kelas 6 Sekolah Dasar tersebut tidak hanya merusak perabotan rumah, tetapi juga memukul dan menganiaya ibunya. Bahkan, menurut ibunya, anaknya engamuk dengan menangis dan berteriak histeris, merusak semua barang di rumah.
Dari penuturan Orangtua, Suwanto, menduga anaknya mengalami perundungan dan tekanan di lingkungan sekolah, hingga membuatnya enggan untuk bersekolah.
Petugas Damkar berusaha menenangkan anak tersebut dengan cara membujuk dan memberikan nasehat. Setelah beberapa waktu, emosi sang anak berhasil diredam, dan Ia mau berkomunikasi dengan petugas.
“Anggota Damkar yang datang membujuk anaknya agar mau sekolah, kami hanya menasehati agar anaknya tidak marah-marah, akhirnya mau berkomonikasi, ” kata Suwanto, Korwil Damkar Lamongan.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Lamongan, Umuronah, timnya akan menelusuri untuk mengetahui penyebab perilaku tantrum yang dialami.
“Kita lakukan pendekatan dengan anak tersebut, ada apa sehingg bisa marah dan tidak bisa mengendalikan emosinya. Apa akibat dari keluarga atau temannya. Karena terganggu psikologisnya kita juga melakukan identifikasi untuk mengetahui apa yang terjadi pada anak tersebut,” kata Umuronah.
Umuronah juga menekankan pentingnya peran orangtua dalam mengawasi tumbuh kembang anak. Ia menilai kurangnya perhatian papat memicu perilaku agresif, terutama jika anak terlalu sering bermain gawai atau terpengaruh oleh lingkungan negatif.
Kasus ini menjadi perhatian bersama dinas terkait sebagai bentuk komitmen untuk melindungi anak dari risiko kekerasan, penelantaran, maupun masalah psikologis.
Diharapkan, dengan adanya perhatian dan penanganan yang tepat, anak tersebut dapat kembali bersekolah dan mendapatkan dukungan yang dibutuhkan.(*)



















